Kamis, 27 November 2014

CERBUNG CRAGSISA LOVE AND LIFE PART 5

CRAGSISA LOVE AND LIFE

Part 5 (The Power Of First Kiss)

7 tahun 7 bulan dan 7 jam, Lantai 7 VVIP nomor 77

                Kini gadis itu masih terlelap di dalam masa kritisnya, 7 tahun 7 bulan dan 7 jam telah ia lalui dengan diruangan di lantai 7 di ruang rawat VVIP no 77 dengan berbagai macam alat medis yang menghiasi tubuhnya. Ia masih lunglai untuk bangun. Ia masih menunggu sang pangerannya untuk mambangunkannya. Tiba-tiba pintu kamar rawat gadis itu dibuka oleh seseorang yang duduk di kursi roda itu, pemuda yang memancarkan senyum dan wibawa nya.

*Flashback ON*

                Pesawat yang dinaiki oleh pangeran itu telah landing dengan baik di Bandara Internasional terbesar di benua ini. Ia langsung beranjak ke rumah sakit tercanggih pula yang ada di benua ini. Entah kenapa ia langsung sehat ketika ia sampai di rumah sakit ini. Feeling nya berkata ia harus menuju ke salah satu kamar yang ada di rumah sakit ini, ia harus mengunjungi kamar yang ada di lantai 7 VVIP nomor 77. Akhirnya setelah ia sampai di rumah sakit itu dan setelah menjalani check up ia langsung menuju ke ruang rawat yang ditunjukkan oleh feelingnya.

*Flashback OFF*

                Pemuda itu perlahan mulai menggerakan kursi rodanya mendekati sang gadis yang masih 
tergeletak lemah di atas tempat tidur itu. Perlahan ia membelai rambut gadis itu, lalu ia memberanikan diri untuk mencium keningnya. Terasa sangat damai di hati nya, ia merasa ingin selalu ada di dekat sang gadis ini, padahal ia tak tahu siapa gadis ini karena sebagian ingatannya sedikit pudar akibat kecelakaannya dulu. Nalurinya berkata untuk memberikan first kiss nya kepada gadis ini, perlahan ia mendekatkan wajahnya ke wajah gadis ini. Perlahan lahan tapi pasti, pemuda ini menempelkan bibirnya kepada bibir gadis ini. Kedamaian terasa menjalar ke seluruh tubuh pemuda ini. Ciuman yang berlangsung cukup lama ini perlahan membuat pemuda ini lebih sembuh lagi. Perlahan gadis ini menggerakkan tangannya setelah itu secara sangat pelan sang gadis membuka matanya, dan akhirnya mata mereka bertatapan dalam posisi mereka masih berciuman. Benar-benar ciuman yang menyalurkan kedamaian dan kekuatan bagi keduanya. Setelah beberapa lama mereka bertatapan, akhirnya mereka melepas ciuman mereka setelah mereka merasa semua tubuh mereka telah kembali seperti semula. Mungkin ini lah yang disebut dengan “The Power Of First Kiss”. Pemuda dan gadis itu saling tersenyum memberikan sebuah ketenangan tersendiri bagi mereka.

                Feeling pemuda itu berkata agar ia mencium punggung tangan gadis itu. ia mengikuti apa saja yang diinginkan oleh feelingnya itu. Pemuda itu mencium punggung tangan sang gadis itu untuk menyalurkan kedamaian (lagi). Namun, feeling nya berkata ia harus pergi sekarang, setelah ia mendapatkan dan memberikan kekuatan kepada gadis itu. ia harus membuktikan kepada sang Papa dan Mamanya jikalau sekarang dia benar-benar sudah sehat. Untuk berjalan pun ia sudah mampu, namun untuk menjaga kestabilan tubuh ia akan kembali ke ruang rawatnya menggunakan kursi roda.

                Perlahan bayangan pemuda itu menghilang dari pelupuk mata sang gadis. Namun yang masih diingat oleh gadis itu, saat ia akan pergi ia telah meninggalkan sebuah senyuman di ambang pintu yang membuat gadis itu semakin bersemangat untuk menjalani kehidupan kedepannya. Pemuda itu yang telah mengembalikan ia ke alam dunia sekarang ini, terimakasih wahai pemuda! Sang gadis itu pun tak henti hentinya bersyukur terhadap Tuhan karena sudah memberinya kepercayaan untuk tinggal di bumi ini.

---

                Pemuda itu telah kembali ke ruang rawatnya, disana terlihat sepi tidak ada siapapun.mungkin Mama dan papanya sedang mengurus administrasi dan urusan pindah nya dari Singapura kesini. Perlahan ia mulai berdiri dan berjalan ke jendela. Disana ia menghirup udara dalam-dalam dan mensyukuri atas nikmat Tuhan yang benar-benar luar biasa.

“Rio?” tanya Mama Shifa dan Mr. Zeth bersamaan sambil berjalan mendekati Rio.

“Iya Ma, Pa, alhamdulillah sekarang Rio udah sembuh seperti apa yang Rio katakan kemarin. Setelah Rio ada di Australi Rio pasti akan sembuh. Dan ini janji Rio udah Rio buktikan.” Jawab Rio

“Ini semua benar-benar mukjizat Tuhan Pa, padahal baru saja dokter bilang kamu masih butuh waktu lama untuk sehat seperti ni. Alhamdulillah ya Pa.” Ucap mama Shifa tak henti-henti nya mengucap syukur.

“Iya Ma, Pa, alhamdulillah.. kapan Rio pulang ke Indonesia?” tanya Rio

“Secepatnya!” jawab Mr. Zeth dan Mr. Naff bersamaan.

                Rio sangat senang saat ia mendengar bahwa ia akan pulang ke Indonesia secepatntya. Ia benar-benar berterimaksih kepada Tuhan karena dengan rahmatnya melalui feeling ia dapat sembuh seperti ini dan bisa pulang ke Indonesia lagi bertemu dengan sahabat-sahabatnya yang sangat ia rindukan selama ini.

---

                Di ruang rawat gadis itu, terbukalah pintu yang tadinya tertutup itu. masuklah seorang perempuan yang sudah menunjukkan beberapa rambut putihnya dengan sang suami, dan juga terdapat seorang laki-laki paruh baya yang dibuntuti oleh remaja laki-laki yang nampak begitu tampan. Semua yang memasuki ruangan itu dibuat kanget oleh seorang gadis yang duduk di tempat tidur rawat itu tanpa peralatan medis pun, ia sedang mencoba untuk melepas infus yang sudah lama bertengger di tangannya.

“Ify? Kamu sudah sadar?” tanya semuanya sambil menangis penuh haru.

“aku baru saja melalui masa-masa indahku. Aku ingin segera kembali ke Indonesia. Aku merasa kebahagiaanku ada di sana sepenuhnya. Aku mohon.” Pinta Ify kepada semuanya.

“Baiklah, ini semua mukjizat Tuhan. Kapan kamu mau pulang ke Indonesia?” tanya Mr. Naff seraya terharu melihat anaknya yang benar-benar sudah sembuh.

“Aku ingin secepatnya Pa, aku ingin bertemu dengan Agni dan Sivia, aku juga ingin bertemu dengan kak Kka dan Kak Alvin pa, aku ingin menceritakan masa-masa indahku ke mereka pa.” Pinta Ify sambil memohon kepada Papanya.

“Dan aku ingin bertemu pangeran tampan aku...” ucap lirih Ify sehingga tak dapat di dengar oleh siapapun.

“Apa kamu tak merindukanku Fy?” tanya seseorang yang tiba-tiba menyembulkan diri dari ambang pintu bersama Dokter Atma.

“ICHAAAAAA....!!!!” teriak Ify kegirangan saat ia menemukan sahabatnya yang sedang berlari lalu memeluknya

“Aku udah bukan Icha yang cengeng kaya Chacha dulu. Tapi sekarang aku udah jadi Shilla yang periang kaya Ify” ucap Shilla.

“oh gitu, sekarang udah jadi Shilla bukan Icha lagi :D “ jawab Ify

“iya, hehehehe... hmm,, Fy kalo loe udah mau balik ke Indo gue juga mau balik ke Indo lhooo” kata Shilla.

“Lhoh? Bukannya loe itu dulu di Paris? Kenapa loe malah mau balik ke Indo kagak ke Paris?” tanya Ify dengan nada kebingungan.

“Gue pindah kesini gara-gara gue itu dikabarain sama bokap kalo loe ada disini dengan keadaan ya yang loe tau sendiri lah keadaan loe kaya apa. Jadi gue mutusin buat pindah kesini biar gue bisa semakin deket sama loe.” Ucap Shilla penuh keyakinan.

“Oya sayang, Shilla setiap hari tak pernah absen untuk jenguk kamu” kata Oma Rossa meyakinkan Ify seraya mengacak-acak ubun-ubun Ify yang ditumbuhi oleh rambut.

“waahhh terimakasih cuyunngkuuu” ucap Ify sambil mencipika cipiki Shilla dan hanya dibalas dengan senyuman dan anggukan dari Shilla.

“ehem,,, kacang telur, kacang tanah, kacang bawang, kacang-kacangan.” Ucap Iel karena ia merasa di kacangi

“hehehehe, maap abangku tersayang....” ucap Ify

                Shilla memelototkan urat-urat yang ada di bola matanya. Betapa tidak, pesona wibawa dari pemuda yang ada di depannya ini. Pemuda ini memberikan sebuah senyuman yang penuh ikhlas kepada Shilla, senyuman itu mencabik-cabik hati Shilla dan membuatnya terbang hingga ke langit yang jauh di atas sana. Ia memangdangi lekuk-lekuk indah wajah pemuda ini, sangat sempurna. Dirasakan oleh Shilla bahwa darah yang mengalir di tubuh gadis ini telah berdesir begitu cepat sehingga ia merasakan getaran pada seluruh tubuhnya.

­­---

                Administrasi pemindahan Rio telah selesai semua, kini tinggal memutuskan kapan ia kembali ke negara yang telah memberinya sebuah arti cinta. Negara yang tekah mempertemukannya dengan sesosok gadis yang sangat berarti dalam hidupnya. Sesosok gadis yang telah membuatnya terlelap hingga beberapa waktu lamanya. Apa dia membenci gadis itu karena gara-gara gadis itu membuatnya koma? Ah tidak, justru semakin hari malah semakin membuat Rio semakin merindukan dan menyayangi gadis itu.

                Rio telah memutuskan pulang ke Indonesia hari ini, ia pulang ke Indonesia sendiri karena Papa dan Mamanya harus menyelesaikan urusan bisnisnya di Swedia. Tak mengapa bagi Rio pulang ke Indonesia sendiri. Ia tak memperdulikan itu, yang ia perdulikan hanyalah ia ingin segera sampai di Indonesia.

Ia pun sudah menunggu keberangkatan pesawatnya di bandara saat ini, namun karena cuaca yang tak mendukung mengharuskan pesawatnya untuk delay beberapa saat. Ia duduk di ruang tunggu bandara, ia duduk di samping seorang pemuda yang usia nya hampir setara dengan usianya. Pemuda itu mengenakan jaket tebal dan syal yang mengalung di lehernya, tak lupa ia mengenakan topi musim dinginnya (itu lhoo topi yang sering di pake cowo yang dari kain wol itu). Pemuda itu mengambil sebuah ipod dari tas kecilnya, ia memasukkan sambungan headphone nya ke dalam ipod itu kemudian ia mengenakan headphone itu. Rio hanya menatap pemuda itu dengan tatapan yang agak heran, seperti nya ia telah mengenal pemuda ini cukup lama. Namun, siapa pemuda itu? kenapa rasanya pemuda itu pernah menjalani hari-hari nya bersama nya? Ah apa ini hanya halusinasi Rio semata?
                Penerbangan pun akan segera di berangkatkan. Ketika Rio dan pemuda itu hendak berdiri, ternyata pemuda itu secara tak sadar telah meninggalkan handphone nya di tempat yang ia duduki tadi. Dengan sigap, Rio pun mengambil handphone pemuda tadi dan ingin segera memanggil pemuda itu. Karena wajah pemuda itu agak condong ke Indonesia, sehingga ia yakin pemuda itu bisa berbicara bahasa Indonesia.

“Heiii?” teriak Rio sambil mengejar pemuda itu

                Gabriel (pemuda tadi) hanya membalikkan badannya saja. Oh tidak,Gabriel itu merasakan ada sebuah pancaran sinyal tersendiri ketika ia membalikkan badan menghadap ke sosok pemuda yang memanggilnya tadi. Ia merasa pernah kenal dengan pemuda yang telah meneriakinya tadi. Pemuda itu seperti pernah akrab di dalam kehidupannya.

“Nih HP loe ketinggal di tempat duduk loe tadi. Gue yakin ini pasti punya loe.” Ucap Rio yakin.

“eh iya ini beneran HP gue. Thanks ya loe udah baik banget.” Ucap Gabriel sambil memukul bahu Rio seolah mereka telah akrab dan telah saling mengenal satu sama lain.

“Yoi sama-sama My Bro!” jawab Rio

                DEG! Begitu terasa di dalam benak Gabriel terasa seperti berada di derasnya hujan meteor yang jatuh di ladang gandum dan terjadi lah peristiwa pembentukan Chocho Crunch. Kata-kata “My Bro” itu terngiang jelas di otaknya. Gabriel merasa itu julukan dari sahabatnya dulu semasa ia masih duduk di bangku sekolah dasar. Itu Cakka? Ah tidak Cakka masih stay di Indonesia dan masih bersamanya. Hm.. itu Alvin? Tidak juga karena Alvin sekarang satu kelas dengan nya di bangku putih abu-abu. Lalu siapa? Ah iya Gabriel telah mengingatnya, dia Vano! Tapi kenapa parasnya berbeda 180 derajad dengan Vano yang dulu? Gabriel masih ingin memendam perasaan janggalnya itu, ia tak ingin dikira SKSD kepada seseorang itu. Apabila dia memang Vano, bukan bermaksud tadi ia tak menyapa nya karena ia telah lupa dengan Vano, tapi karena dia ingin memastikan apakah dia benar-benar Vano atau bukan.

“Nama loe siapa?” tanya Gabriel seraya menjulurkan tangannya.

“Gue Mario, tapi loe bisa panggil gue Rio, loe sendiri siapa?” tanya Rio sambil membalas uluran tangan Gabriel.

“Gue Gabriel” jawab Gabriel sabil menunjukkan seulas senyum.

                Dalam hati Gabriel sedikit kecewa, ternya pemuda yan tadi ia kira adalah Vano itu ternyata bukan Vano, melainkan Rio. Rio benar-benar memanggilnya dengan sebutan yang sama dengan Vano, sahabatnya dulu.

                Tak hanya seorang Gabriel yang merasa kecewa, tetapi seorang Rio juga merasakan kecewa sama halnya dengan Gabriel. Ia merasa kecewa karena sosok yang ada di dekatnya ini bukan Iel sahabatnya, dia adalah Gabriel. Namun kekecewaannya itu juga terobati, karena pada dasarnya kalau pemuda tadi itu adalah Iel, pasti ia sudah menyapanya.

                Ketika memasuki pesawat, ternyata Rio dan Gabriel duduk di tempat duduk yang berdampingan. Rio dan Gabriel sama-sama mengulas sebuah senyuman mereka karena mereka dapat duduk berdampingan dan melanjutkan obrolan mereka. Mereka saling membicarakan hal-hal yang dikira nya bisa mengisi keluangan waktu di dalam pesawat ini. Mereka terlihat begitu akrab dan saling nyambung dengan obrolan mereka. Hingga tak mereka sadari, sekarang pesawat yang mereka tumpangi sudah bersiap untuk landing di bandara Soetta.

                Rio menghirup nafas dalam-dalam ketika ia menuruni anak tangga pesawat itu, ia merasakan bahwa dirinya memang sudah berada di Indonesia. Ia telah merasakan dalam-dalam udara khas Jakarta yang telah menyambutnya di pagi yang cerah itu. sangat lega ia saat ini.

“Gue duluan bro!” ucap Gbriel sambil melambaikan tangannya.

“Oke My Bro!” jawan Rio.

                Benar-benar terngiang jelas di dalam otak Rio, Gabriel memanggilnya sama dengan seorang Iel yang dulu memanggilnya seperti itu. Ah, mungkin itu hanya sebuah faktor ketidaksengajaan yang timbul di sebuah perkenalan.

                Di dalam mobil menuju perjalanan pulang ke rumah masing-masing, Rio dan Gabriel masih sama-sama memikirkan hal yang sama. Siapakah Rio sebenarnya? Apa dia Vano? ah hmmm sepertinya tidak mungkin, itu yang ada di pikiran Gabriel. Sedangkan di pikiran Rio, apa dia itu Iel? Ah tidak mungkin sepertinya, karena kemanapun Iel pergi pasti selalu bareng sama peri cantik. Dan kalaupun itu Iel, ia pasti tak akan melupakan Rio dan pasti ia akan menyapanya saat mereka bertemu di bandara dan berbincang di pesawat tadi. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar