CRAGSISA LOVE AND LIFE
Part 5 (The Power Of First Kiss)
7 tahun 7 bulan dan 7 jam, Lantai 7 VVIP nomor 77
Kini
gadis itu masih terlelap di dalam masa kritisnya, 7 tahun 7 bulan dan 7 jam
telah ia lalui dengan diruangan di lantai 7 di ruang rawat VVIP no 77 dengan
berbagai macam alat medis yang menghiasi tubuhnya. Ia masih lunglai untuk
bangun. Ia masih menunggu sang pangerannya untuk mambangunkannya. Tiba-tiba
pintu kamar rawat gadis itu dibuka oleh seseorang yang duduk di kursi roda itu,
pemuda yang memancarkan senyum dan wibawa nya.
*Flashback ON*
Pesawat
yang dinaiki oleh pangeran itu telah landing dengan baik di Bandara
Internasional terbesar di benua ini. Ia langsung beranjak ke rumah sakit
tercanggih pula yang ada di benua ini. Entah kenapa ia langsung sehat ketika ia
sampai di rumah sakit ini. Feeling nya berkata ia harus menuju ke salah satu
kamar yang ada di rumah sakit ini, ia harus mengunjungi kamar yang ada di
lantai 7 VVIP nomor 77. Akhirnya setelah ia sampai di rumah sakit itu dan
setelah menjalani check up ia langsung menuju ke ruang rawat yang ditunjukkan
oleh feelingnya.
*Flashback OFF*
Pemuda
itu perlahan mulai menggerakan kursi rodanya mendekati sang gadis yang masih
tergeletak lemah di atas tempat tidur itu. Perlahan ia membelai rambut gadis
itu, lalu ia memberanikan diri untuk mencium keningnya. Terasa sangat damai di
hati nya, ia merasa ingin selalu ada di dekat sang gadis ini, padahal ia tak
tahu siapa gadis ini karena sebagian ingatannya sedikit pudar akibat
kecelakaannya dulu. Nalurinya berkata untuk memberikan first kiss nya kepada
gadis ini, perlahan ia mendekatkan wajahnya ke wajah gadis ini. Perlahan lahan
tapi pasti, pemuda ini menempelkan bibirnya kepada bibir gadis ini. Kedamaian terasa
menjalar ke seluruh tubuh pemuda ini. Ciuman yang berlangsung cukup lama ini
perlahan membuat pemuda ini lebih sembuh lagi. Perlahan gadis ini menggerakkan
tangannya setelah itu secara sangat pelan sang gadis membuka matanya, dan
akhirnya mata mereka bertatapan dalam posisi mereka masih berciuman.
Benar-benar ciuman yang menyalurkan kedamaian dan kekuatan bagi keduanya.
Setelah beberapa lama mereka bertatapan, akhirnya mereka melepas ciuman mereka
setelah mereka merasa semua tubuh mereka telah kembali seperti semula. Mungkin
ini lah yang disebut dengan “The Power Of First Kiss”. Pemuda dan gadis itu
saling tersenyum memberikan sebuah ketenangan tersendiri bagi mereka.
Feeling
pemuda itu berkata agar ia mencium punggung tangan gadis itu. ia mengikuti apa
saja yang diinginkan oleh feelingnya itu. Pemuda itu mencium punggung tangan
sang gadis itu untuk menyalurkan kedamaian (lagi). Namun, feeling nya berkata
ia harus pergi sekarang, setelah ia mendapatkan dan memberikan kekuatan kepada
gadis itu. ia harus membuktikan kepada sang Papa dan Mamanya jikalau sekarang
dia benar-benar sudah sehat. Untuk berjalan pun ia sudah mampu, namun untuk
menjaga kestabilan tubuh ia akan kembali ke ruang rawatnya menggunakan kursi
roda.
Perlahan
bayangan pemuda itu menghilang dari pelupuk mata sang gadis. Namun yang masih
diingat oleh gadis itu, saat ia akan pergi ia telah meninggalkan sebuah
senyuman di ambang pintu yang membuat gadis itu semakin bersemangat untuk
menjalani kehidupan kedepannya. Pemuda itu yang telah mengembalikan ia ke alam
dunia sekarang ini, terimakasih wahai pemuda! Sang gadis itu pun tak henti
hentinya bersyukur terhadap Tuhan karena sudah memberinya kepercayaan untuk
tinggal di bumi ini.
---
Pemuda
itu telah kembali ke ruang rawatnya, disana terlihat sepi tidak ada
siapapun.mungkin Mama dan papanya sedang mengurus administrasi dan urusan pindah
nya dari Singapura kesini. Perlahan ia mulai berdiri dan berjalan ke jendela.
Disana ia menghirup udara dalam-dalam dan mensyukuri atas nikmat Tuhan yang benar-benar
luar biasa.
“Rio?” tanya Mama Shifa dan Mr. Zeth bersamaan sambil
berjalan mendekati Rio.
“Iya Ma, Pa, alhamdulillah sekarang Rio udah sembuh seperti
apa yang Rio katakan kemarin. Setelah Rio ada di Australi Rio pasti akan
sembuh. Dan ini janji Rio udah Rio buktikan.” Jawab Rio
“Ini semua benar-benar mukjizat Tuhan Pa, padahal baru saja
dokter bilang kamu masih butuh waktu lama untuk sehat seperti ni. Alhamdulillah
ya Pa.” Ucap mama Shifa tak henti-henti nya mengucap syukur.
“Iya Ma, Pa, alhamdulillah.. kapan Rio pulang ke Indonesia?”
tanya Rio
“Secepatnya!” jawab Mr. Zeth dan Mr. Naff bersamaan.
Rio
sangat senang saat ia mendengar bahwa ia akan pulang ke Indonesia secepatntya.
Ia benar-benar berterimaksih kepada Tuhan karena dengan rahmatnya melalui
feeling ia dapat sembuh seperti ini dan bisa pulang ke Indonesia lagi bertemu
dengan sahabat-sahabatnya yang sangat ia rindukan selama ini.
---
Di
ruang rawat gadis itu, terbukalah pintu yang tadinya tertutup itu. masuklah
seorang perempuan yang sudah menunjukkan beberapa rambut putihnya dengan sang
suami, dan juga terdapat seorang laki-laki paruh baya yang dibuntuti oleh
remaja laki-laki yang nampak begitu tampan. Semua yang memasuki ruangan itu
dibuat kanget oleh seorang gadis yang duduk di tempat tidur rawat itu tanpa
peralatan medis pun, ia sedang mencoba untuk melepas infus yang sudah lama
bertengger di tangannya.
“Ify? Kamu sudah sadar?” tanya semuanya sambil menangis
penuh haru.
“aku baru saja melalui masa-masa indahku. Aku ingin segera
kembali ke Indonesia. Aku merasa kebahagiaanku ada di sana sepenuhnya. Aku
mohon.” Pinta Ify kepada semuanya.
“Baiklah, ini semua mukjizat Tuhan. Kapan kamu mau pulang ke
Indonesia?” tanya Mr. Naff seraya terharu melihat anaknya yang benar-benar sudah
sembuh.
“Aku ingin secepatnya Pa, aku ingin bertemu dengan Agni dan
Sivia, aku juga ingin bertemu dengan kak Kka dan Kak Alvin pa, aku ingin
menceritakan masa-masa indahku ke mereka pa.” Pinta Ify sambil memohon kepada
Papanya.
“Dan aku ingin bertemu pangeran tampan aku...” ucap lirih
Ify sehingga tak dapat di dengar oleh siapapun.
“Apa kamu tak merindukanku Fy?” tanya seseorang yang
tiba-tiba menyembulkan diri dari ambang pintu bersama Dokter Atma.
“ICHAAAAAA....!!!!” teriak Ify kegirangan saat ia menemukan
sahabatnya yang sedang berlari lalu memeluknya
“Aku udah bukan Icha yang cengeng kaya Chacha dulu. Tapi
sekarang aku udah jadi Shilla yang periang kaya Ify” ucap Shilla.
“oh gitu, sekarang udah jadi Shilla bukan Icha lagi :D “
jawab Ify
“iya, hehehehe... hmm,, Fy kalo loe udah mau balik ke Indo
gue juga mau balik ke Indo lhooo” kata Shilla.
“Lhoh? Bukannya loe itu dulu di Paris? Kenapa loe malah mau
balik ke Indo kagak ke Paris?” tanya Ify dengan nada kebingungan.
“Gue pindah kesini gara-gara gue itu dikabarain sama bokap
kalo loe ada disini dengan keadaan ya yang loe tau sendiri lah keadaan loe kaya
apa. Jadi gue mutusin buat pindah kesini biar gue bisa semakin deket sama loe.”
Ucap Shilla penuh keyakinan.
“Oya sayang, Shilla setiap hari tak pernah absen untuk
jenguk kamu” kata Oma Rossa meyakinkan Ify seraya mengacak-acak ubun-ubun Ify
yang ditumbuhi oleh rambut.
“waahhh terimakasih cuyunngkuuu” ucap Ify sambil mencipika
cipiki Shilla dan hanya dibalas dengan senyuman dan anggukan dari Shilla.
“ehem,,, kacang telur, kacang tanah, kacang bawang,
kacang-kacangan.” Ucap Iel karena ia merasa di kacangi
“hehehehe, maap abangku tersayang....” ucap Ify
Shilla
memelototkan urat-urat yang ada di bola matanya. Betapa tidak, pesona wibawa
dari pemuda yang ada di depannya ini. Pemuda ini memberikan sebuah senyuman
yang penuh ikhlas kepada Shilla, senyuman itu mencabik-cabik hati Shilla dan
membuatnya terbang hingga ke langit yang jauh di atas sana. Ia memangdangi
lekuk-lekuk indah wajah pemuda ini, sangat sempurna. Dirasakan oleh Shilla
bahwa darah yang mengalir di tubuh gadis ini telah berdesir begitu cepat
sehingga ia merasakan getaran pada seluruh tubuhnya.
---
Administrasi
pemindahan Rio telah selesai semua, kini tinggal memutuskan kapan ia kembali ke
negara yang telah memberinya sebuah arti cinta. Negara yang tekah
mempertemukannya dengan sesosok gadis yang sangat berarti dalam hidupnya.
Sesosok gadis yang telah membuatnya terlelap hingga beberapa waktu lamanya. Apa
dia membenci gadis itu karena gara-gara gadis itu membuatnya koma? Ah tidak,
justru semakin hari malah semakin membuat Rio semakin merindukan dan menyayangi
gadis itu.
Rio
telah memutuskan pulang ke Indonesia hari ini, ia pulang ke Indonesia sendiri
karena Papa dan Mamanya harus menyelesaikan urusan bisnisnya di Swedia. Tak
mengapa bagi Rio pulang ke Indonesia sendiri. Ia tak memperdulikan itu, yang ia
perdulikan hanyalah ia ingin segera sampai di Indonesia.
Ia pun sudah menunggu
keberangkatan pesawatnya di bandara saat ini, namun karena cuaca yang tak
mendukung mengharuskan pesawatnya untuk delay beberapa saat. Ia duduk di ruang
tunggu bandara, ia duduk di samping seorang pemuda yang usia nya hampir setara
dengan usianya. Pemuda itu mengenakan jaket tebal dan syal yang mengalung di
lehernya, tak lupa ia mengenakan topi musim dinginnya (itu lhoo topi yang
sering di pake cowo yang dari kain wol itu). Pemuda itu mengambil sebuah ipod
dari tas kecilnya, ia memasukkan sambungan headphone nya ke dalam ipod itu
kemudian ia mengenakan headphone itu. Rio hanya menatap pemuda itu dengan
tatapan yang agak heran, seperti nya ia telah mengenal pemuda ini cukup lama.
Namun, siapa pemuda itu? kenapa rasanya pemuda itu pernah menjalani hari-hari
nya bersama nya? Ah apa ini hanya halusinasi Rio semata?
Penerbangan
pun akan segera di berangkatkan. Ketika Rio dan pemuda itu hendak berdiri,
ternyata pemuda itu secara tak sadar telah meninggalkan handphone nya di tempat
yang ia duduki tadi. Dengan sigap, Rio pun mengambil handphone pemuda tadi dan
ingin segera memanggil pemuda itu. Karena wajah pemuda itu agak condong ke
Indonesia, sehingga ia yakin pemuda itu bisa berbicara bahasa Indonesia.
“Heiii?” teriak Rio sambil mengejar pemuda itu
Gabriel (pemuda tadi) hanya membalikkan badannya saja. Oh tidak,Gabriel itu merasakan ada sebuah pancaran sinyal tersendiri ketika ia membalikkan badan menghadap ke sosok pemuda yang memanggilnya tadi. Ia merasa pernah kenal dengan pemuda yang telah meneriakinya tadi. Pemuda itu seperti pernah akrab di dalam kehidupannya.
“Nih HP loe ketinggal di tempat duduk loe tadi. Gue yakin ini pasti punya loe.” Ucap Rio yakin.
“eh iya ini beneran HP gue. Thanks ya loe udah baik banget.” Ucap Gabriel sambil memukul bahu Rio seolah mereka telah akrab dan telah saling mengenal satu sama lain.
“Yoi sama-sama My Bro!” jawab Rio
DEG! Begitu terasa di dalam benak Gabriel terasa seperti berada di derasnya hujan meteor yang jatuh di ladang gandum dan terjadi lah peristiwa pembentukan Chocho Crunch. Kata-kata “My Bro” itu terngiang jelas di otaknya. Gabriel merasa itu julukan dari sahabatnya dulu semasa ia masih duduk di bangku sekolah dasar. Itu Cakka? Ah tidak Cakka masih stay di Indonesia dan masih bersamanya. Hm.. itu Alvin? Tidak juga karena Alvin sekarang satu kelas dengan nya di bangku putih abu-abu. Lalu siapa? Ah iya Gabriel telah mengingatnya, dia Vano! Tapi kenapa parasnya berbeda 180 derajad dengan Vano yang dulu? Gabriel masih ingin memendam perasaan janggalnya itu, ia tak ingin dikira SKSD kepada seseorang itu. Apabila dia memang Vano, bukan bermaksud tadi ia tak menyapa nya karena ia telah lupa dengan Vano, tapi karena dia ingin memastikan apakah dia benar-benar Vano atau bukan.
“Nama loe siapa?” tanya Gabriel seraya menjulurkan
tangannya.
“Gue Mario, tapi loe bisa panggil gue Rio, loe sendiri siapa?” tanya Rio sambil membalas uluran tangan Gabriel.
“Gue Gabriel” jawab Gabriel sabil menunjukkan seulas senyum.
Dalam hati Gabriel sedikit kecewa, ternya pemuda yan tadi ia kira adalah Vano itu ternyata bukan Vano, melainkan Rio. Rio benar-benar memanggilnya dengan sebutan yang sama dengan Vano, sahabatnya dulu.
Tak hanya seorang Gabriel yang merasa kecewa, tetapi seorang Rio juga merasakan kecewa sama halnya dengan Gabriel. Ia merasa kecewa karena sosok yang ada di dekatnya ini bukan Iel sahabatnya, dia adalah Gabriel. Namun kekecewaannya itu juga terobati, karena pada dasarnya kalau pemuda tadi itu adalah Iel, pasti ia sudah menyapanya.
Ketika
memasuki pesawat, ternyata Rio dan Gabriel duduk di tempat duduk yang
berdampingan. Rio dan Gabriel sama-sama mengulas sebuah senyuman mereka karena
mereka dapat duduk berdampingan dan melanjutkan obrolan mereka. Mereka saling
membicarakan hal-hal yang dikira nya bisa mengisi keluangan waktu di dalam pesawat ini.
Mereka terlihat begitu akrab dan saling nyambung dengan obrolan mereka. Hingga
tak mereka sadari, sekarang pesawat yang mereka tumpangi sudah bersiap untuk
landing di bandara Soetta.
Rio
menghirup nafas dalam-dalam ketika ia menuruni anak tangga pesawat itu, ia
merasakan bahwa dirinya memang sudah berada di Indonesia. Ia telah merasakan
dalam-dalam udara khas Jakarta yang telah menyambutnya di pagi yang cerah itu.
sangat lega ia saat ini.
“Gue duluan bro!” ucap Gbriel sambil melambaikan tangannya.
“Oke My Bro!” jawan Rio.
Benar-benar terngiang jelas di dalam otak Rio, Gabriel memanggilnya sama dengan seorang Iel yang dulu memanggilnya seperti itu. Ah, mungkin itu hanya sebuah faktor ketidaksengajaan yang timbul di sebuah perkenalan.
Di
dalam mobil menuju perjalanan pulang ke rumah masing-masing, Rio dan Gabriel
masih sama-sama memikirkan hal yang sama. Siapakah Rio sebenarnya? Apa dia
Vano? ah hmmm sepertinya tidak mungkin, itu yang ada di pikiran Gabriel.
Sedangkan di pikiran Rio, apa dia itu Iel? Ah tidak mungkin sepertinya, karena
kemanapun Iel pergi pasti selalu bareng sama peri cantik. Dan kalaupun itu Iel,
ia pasti tak akan melupakan Rio dan pasti ia akan menyapanya saat mereka
bertemu di bandara dan berbincang di pesawat tadi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar