Sabtu, 06 Desember 2014

CERBUNG CRAGSISA LOVE AND LIFE PART 9

CRAGSISA LOVE AND LIFE

Part 9 (Tempat Ini Telah Menjadi Saksi Bisu!)

                Ify merasa bosan dengan hari-hari nya di rumah, apalagi saat ia ditinggal kakaknya sekolah dan tak jarang kakaknya pulang hingga maghrib karena kesibukannya menjadi Ketua OSIS. Ify hanya menjalani hari-hari di rumahnya dengan hal-hal kecil yang sangat membosankan. Seperti nonton TV, baca novel, dengerin musik, dll yang sangat membosankan. Shilla pun kini telah menjadi siswi SMA yang sama dengan Gabriel. Shilla sekarang menempuh pendidikan di SMA Perintis Kemerdekaan. Ia sekarang duduk di kelas XI-MIA 2.

Rencananya, setelah kondisi Ify mambaik dan mampu lepas dari kursi roda, dan juga setelah dokter Atma mengijinkan, ia brencana untuk melanjutkan sekolahnya di SMA yang sama dengan kakak dan teman-temannya. Ia ingin mengakhiri masa-masa membosankan ini dengan segera. Ify ingin menjalani hari-hari dengan tean-temannya.
Sore itu, tepat pukul 3 sore Gabriel telah tiba di rumahnya. Kali ini ia pulang lebih awal karena semua tugas di sekolahnya telah usai dan ia telah kangen dengan sang adik. Namun, saat turun dari mobil Gabriel tak turun sendiri. Ia turun bersama Shilla yang duduk di bangku yang berada disamping tempat duduk pengemudi, ah lebih tepatnya di samping Gabriel. Gabrel dan Shilla pun masuk ke dalam rumah dan menghampiri sesosok gadis yang sedang duduk di sofa ruang keluarga sambil mengganti ganti channel TV.

“Hai dek.” Sapa Gabriel sambil duduk di sebelah Ify sambil merangkul dan mencium puncak kepala Ify.

“Hai kakak! Eh ada kak Shilla juga to..!” ucap Ify

“Iya, hehehe... gapapa kan Fy?” tanya Shilla.

“Iya gapapa kok kak, Ify malah seneng. Yang lain mana kok Cuma kak Gabriel sama Kak Shilla aja 
yang keisni?” Jawab Ify

“Yang lain masih ada acara.” Jawab Shilla dan gabriel secara bersama.

“Eciyee barengan, akakakak :v jadi obat nyamuk tapi gue -_- ishh” kata Ify

“Nggak kok dek santai aja.” Kata Gabriel

                Shilla hanya menunduk saja dibuat Gabriel tadi, mungkinkah dengan kekompakan menjawab perkataan Ify tadi itu berarti hati dan pikirannya telah kompak dan sejalan dengan Gabriel. Ah mungkin itu hanya sebuah kebetulan.

“Eh kak, aku pingin kita main ke taman deket kompleks perumahan kak. Kakak sama Kak Shilla mau kan nganterin Ify kesana?” tanya Ify.

“Oke Fy, sana siap-siap. Kakak juga mau mandi dulu. Shil, lo bawa baju ganti kan?” tanya Gabriel

“Iya kok gue bawa, gue numpang mandi disini aja yaa..” kata Shilla

“Iya deh kakak mandi di kamar Ify aja.” Kata Ify dan hanya di angguki oleh Shilla.

                Setelah semuanya siap, kini Ify, Shilla dan Gabriel menuju ke mobil Gabriel. Shilla duduk di depan lebih tepatnya disamping Gabriel, ini karena suruhan dari Ify dan Ify sendiri pun duduk di belakang. Hingga tibalah mereka di taman komplek dekat perumahan.

---

                Disisi lain, Sivia masih memperhatikan Alvin yang sedang bermain futsal di lapangan indoor yang terletak di sekolah mereka. Sivia duduk di bangku samping lapangan. Alvin pun bermain bola futsal sendirian. Sivia melihat Alvin yang tengah duduk dan meluruskan kakinya di tengah lapangan, ya benar Alvin saat ini sedang istirahat. Perlahan Sivia mendekati Alvin ke tengah lapangan dengan membawa handuk kecil dan sebotol air mineral. Lalu Sivia memberikan handuk dan air mineral itu ke Alvin.

“Ini kak minum sama handuknya, kayaknya kakak capek banget deh.” Kata Sivia.

“Thanks Vi,” Jawab Alvin cuek.

                Alvin pun meminum air mineral yang di berikan oleh Sivia dalam satu tegukan. Sepertinya ia memang benar-benar haus saat ini. Lalu ia mengelap keringatnya dengan handuk kecil yang diberikan oleh Sivia tadi. Terasa ada getaran di sebelah tangan Sivia, ternyata HP Alvin bergetar pertanda ada sebuah pesan masuk. Begitu kagetnya hati Sivia saat melihat wallpaper HP Alvin, ternyata wallpaper HP Alvin adalah foto sahabatnya, yaitu foto Ify. Hatinya merasa tercabik-cabik saat itu. ia mencoba untuk menahan air mata dan emosinya.

“Vi..” ucap Alvin namun tidak ada respon apapun dari Sivia.

“Sivia..?” ucap Alvin lebih keras sehingga membuat Sivia tersadar dari lamunannya.

“Eh i iiya kak ada apa?” jawab Sivia gugup.

“Loe percaya ga sih kalo penantian itu pasti ada jawabannya? Walaupun itu lama Vi. Loe percaya ga?” tanya Alvin

“Via percaya kak, setiap penantian itu pasti ada jawabannya, ya walaupun itu sangat sangat dan sangat lama kak. Seperti saat ini, Sivia sudah menanti seseorang sejak saat Sivia masih kecil dulu kak, tapi Via yakin ko kalo penantian nya Via ini pasti akan terbalas suatu saat nanti, tunggu aja rencana Tuhan kedepannya.” Jawab Sivia

“Loe bener juga Vi, penantian pasti ada jawabannya. Berarti penantian gue sama Ify menurut loe akan dibales juga kan Vi?” tanya Alvin.

                DEG..!!!! Hati Sivia terasa bak dihujani oleh beri juta-juta tusuk jarum yang menyakiti dan melukai hatinya. Apakah setelah ucapan Alvin tadi bisa membuktikan kalau penantian itu pasti ada jawabannya? Ah tidak, Sivia sangat ingin menarik kata-katanya tadi. Ia ingin membatalkan ucapannya tadi, namun mana mungkin bisa. Hati Sivia kini semakin tak berdaya lagi, ia semakin bingung dengan perasaannya. Namun ia tak boleh egois untuk hal ini karena ify adalah sahabatnya, Ify adalah sebagian dari hidupnya.

“Vi..? Viaa..?” panggil Alvin sambil mengayunkan telapak tangannya di depan pelupuk mata Sivia.

“Eh iya kak? Kenapa?” jawab  Sivia

“Ish.. loe tuh ditanya malah nglamun.” Kata Alvin sambil mengacak-acak rambut Sivia.

“Emang tadi kakak nanya apa sama Via?” tanya Via

“Ish lo tuh, tadi itu kakak nanya, berarti penantian kakak sama Ify itu bakal dibales juga kan sama Ify?” jawab Alvin.

“Mungkin kak, tunggu saja rencana Tuhan selanjutnya. Pasti rencana Tuhan itu bagus banget kak, ga ada yang bisa nandingin. Jadi, percayalah sama Tuhan kak!” jawab Sivia.

“Bener juga apa yang loe kata Vi! Udah sore nih, balik yuk.” Ajak Alvin.

“Ayo kak.” Jawab Sivia

                Sivia pun mengambil tasnya yang berada di bangku yang ia duduki tadi. Lalu ia berjalan menyusuri koridor sekolah yang cukup panjang itu hingga akhirnya ia sampai di halaman depan sekolah lalu beranjak ke halte sekolah yang berada di sebelah selatan gerbang sekolah, kira-kira 15 meter dari gerbang sekolah. Sivia menatap ke atas langit yang gelap gulita, sepertinya sebentar lagi akan turun hujan dan mungkin sangat lebat. Benar saja, setetes dua tetes air hujan mulai membasahi atap-atap halte itu. jalanan terlihat sangat sepi karena hujan yang lama kelamaan mulai deras berjatuhan ke permukaan bumi.

                Di tempat lain, Alvin berjalan dari tengah lapangan menuju ke lokernya. Ia lalu mengambil barang-barang nya dan keluar ke parkiran untuk menghampiri sepeda motornya. Namun langkahnya terhenti saat ia melihat berjuta-juta tetesan air hujan yang jatuh membasahi permukaan bumi ini. Sambil menenteng tas nya yang ia selempangkan di bahu kanan dan tangan kirinya menenteng helm fullface nya menambah ketampanan pemuda ini. Pemuda ini lalu berjalan menembus derasnya hujan dan menghampiri motornya lalu beranjak meninggalkan parkiran sekolah.

                Alvin mulai menjalankan sepeda motornya keluar sekolah, namun ia berhenti saat melihat sesosok gadis yang sedang berdiri di halte bus dekat sekolahnya sambil kedinginan. Gadis itu ternyata adalah Sivia. Alvin kemudian memutuskan untuk memberhentikan sepeda motornya, ia memakirkan motornya dan langsung menghampiri Sivia yang terlihat kedinginan saat itu.

                Sivia masih memejamkan matanya menahan dinginnya cuaca yang menusuk hingga ke dalam tulangnya. Namun, terasa ada seseorang yang memberinya kehangatan. Ternyata setelah Sivia membuka matanya disana ada sesosok Alvin yang memakaikan jaketnya ke badan Sivia. Sivia langsung tersenyum kepada Alvin.

                Mereka pun mengobrol banyak hal di tengah derasnya hujan yang menemani mereka. Tak jarang tersirat tawa diantara obrolan mereka. Kini hujan pun telah reda dan membuat kedua sejoli ini tersadar dari obrolannya.

“Vi jalanan sepi banget ini, lebih baik lo pulang ama gue aja. Gue ga bakal tega liat cewe jalan sendirian.” Ajak Alvin.

“Bentar lagi juga ada taxi atau bis yang lewat sini kok kak.” Kata Sivia ngeles.

“Vi, lo liat dari arah sana (sambil nunjuk) jalanan sepi kan? Ga ada kendaraan yang berlalu lalang ga kaya biasanya kan Vi? Mending loe ikut gue aja Vi, gue ga bakal ngapa-ngapain loe kok santai aja. Percaya ama gue.” Kata Alvin sambil menarik tangan Sivia ke arah motornya. sedangkan Sivia hanya bisa menelan ludahnya yang terasa kering itu.

“Cepetan naik Vi, ga usah ragu-ragu.” Ucap Alvin sambil memakai helm fullface nya.

                Sivia hanya bisa diam sambil menuruti perkataan Alvin. Perlahan Alvin mulai menjalankan motornya. Sivia pun tak tau harus berpegangan dimana, karena tak ada satupun benda yang dapat ia gunakan untuk  berpegangan kecuali tubuh Alvin.

                Alvin memacu motornya begitu cepat dan tiba-tiba ia menekan rem mendadak sehingga membuat Sivia memeluk nya erat sekali. Dengan segera, sivia melepas pelukannya itu. Alvin tau kalau Sivia saat ini sedang ketakutan karena ia memacu motornya dengan kecepatan tinggi. Perlahan Alvin mengarahkan tangan Sivia untuk berpegangan dengan cara melingkarkan tangan Sivia ke pinggangnya. Sivia pun sontak kaget dengan apa yang di lakukan oleh alvin, namun Sivia hanya bisa menuruti apa yang Alvin perintahkan kepadanya.

---

                Disisi lain, Gabriel, Shilla, dan Ify pun berada dibawah naungan mega mendung yang menghantui sore itu. sebercik dua bercik tetes hujan membasahi alam ini. Mereka bertiga pun memilih untuk berteduh di sebuah saung yang berada di taman itu. Setelah hujan reda dan muncul matahari yang tadinya bersembunyi maka mereka memutuskan untuk melanjutkan perjalanan mengitari taman ini.

“Kak, Ify boleh ke jembatan yang mengarah ke tengah danau itu?” tanya Ify.

“Boleh kok sayang... kakak antar yaa!” jawab Gabriel

“Iya kak.” Kata ify

                Gabriel dan Shilla pun akhirnya mengantarkan Ify ke ujung jembatan itu. Tibalah ify fi ujung jembatan itu. Nampaklah sebuah pelangi yang muncul akibat hujan deras yang menerpa tadi dan disana juga nampak sang surya yang telah bersiap untuk kembali ke alam tidurnya setelah ia bekerja menyinari dunia ini seharian penuh.

“Kak, boleh ga Kak Gabriel sama Kak Shilla ninggalin Ify seharian disini? Nanti baru kalian boleh kesini setelah matahari tenggelam. Ify mohon.” Pinta Ify

“Baiklah kalu itu mau kamu dek, tapi kalau ada apa-apa segera telpon kakak ya. Kakak ada di lapangan basket dulu itu dek, kakak mau ke rumah pohon. Oke?” tanya Gabriel.

“Oke kak!” Jawab Ify

                Gabriel dan Shilla pun akhirnya meninggalkan Ify sendiri di ujung jembatan itu. Gabriel dan Shilla berjalan menyelusuri jalanan dan tibalah mereka di lapangan basket yang tepat disampingnya ada rumah pohon yang bertengger kokoh disana.

---

                Sedalam-dalam udara yang dihirup oleh gadis yang ada di ujung jembatan ini membuat sang gadis merasa lega dan tenang. Ia menghirup udara dalam-dalam seraya memejamkan matanya. Di dalam otaknya sedang me replay kejadian-kejadian beberapa tahun yang lalu tepat di tempat ini dan di suasana yang seperti ini. Namun saat ini di tambah keelokan pelangi yang menghiasi sunset ini, namun tak ada lagi sosok pangeran tampan dsisinya.

“Haii Pangeran. Dimana kamu?Aku sangat merindukanmu.” Kata Ify

“Aku sudah menepati janjiku. Dimana disaat aku merindukanmu aku akan datang kesini disaat waktu menjelang matahari meninggalkan singgasananya yang damai itu dan aku akan mengenang semua peristiwa-peristiwa kita.” Lanjut Ify sambil menitihkan air mata.

“Dan sekarang, mana janji kamu? Mana janji kamu yang akan datang disaat aku disini?” ucap Ify menahan tangisnya.

“Dimana kamu pangeran tampan? Dimana kamu? Aku merindukanmu.”

Bintang malam sampaikan padanya
Aku ingin melukis sinarmu dihatinya
Embun pagi katakan padanya
Biar kudekap erat waktu dingin membelenggunya
Tahukah engkau wahai langit
Aku ingin bertemu membelai wajahnya
Kan ku pasang hiasan akngkasa yang terindah
Hanya untuk dirinya
Lagu rindu ini ku ciptakan
Hanya untuk pangeran tampanku tercinta
Walau hanya nada sederhana
Ijinkan ku ungkap sejenak rasa dan kerinduan


“Seandainya kaki ini mampu melangkah lagi, seandainya diri ini mampu berjuang lagi, dan seandainya jiwa ini masih menyatu lagi, takkan kusiasiakan hidupku dan hidupmu lagi! Aku berjanji!”

“Dan aku berharap penuh kepada Tuhan, tolong pertemukanlah jiwaku dan jiwamu di tempat ini suatu saat nanti. Aku mohon, aku ingin bertemu dengan mu lagi.”

“Dibawah batu yang berlumut itu, terdapat seukiran batu yang menjadi saksi bisu keberadaanmu di dalam seluk beluk kehidupanku. Dan di tempat ini lah semua deru haru menyelimutiku. Tempat ini lah yang menjadi saksi bisu akan kehadiran dirimu di dalam jiwa ku. Tempat inilah satu-satunya saksi bisu yang tersisa diantara kisah kasih cintaku kepadamu. Aku sangat mencintaimu, Pangeran Tampanku..” Ucap Ify tak mampu menahan haru.

"Ingin rasanya ku dekap rembulan, ku hentikan perputaran rotasi waktu yang terus berjalan maju meninggalkan segersit waktu ku bersamamu. ku ingin dirimu kembali lagi merajut kisah kita, kisah yang tak akan pernah terkikis oleh apapun!" tambah Ify

                Ify menangis tersedu-sedu bersama menghilangnya sang mentari dari hadapannya. Hingga tibalah Gabriel dan Shilla yang membuyarkan tangisan Ify. Garbiel sontak berlutut untuk menyamakan tingginya dengan sang adik seraya memeluk adik semata wayangnya ini. Gabriel tau apa yang sedang sirasakan oleh adiknya ini.


                Perlahan kursi roda Ify didorong oleh sang kakak meninggalkan tempat itu, disamping sang kakak juga ada seorang bidadari cantik yang berjalan seirama dengannya. Bidadari yang selalu siap sedia untuk Ify, bidadari yang selalu me motivasi dirinya. Berat rasanya hati Ify meninggalkan tempat yang menjadi saksi bisu kebersamaan dirinya dengan pangeran tampannya. Sungguh ia sangat ingin bertemu dengan pangeran tampannya saat ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar